hehe
terkenal dengan sebutan Gedung Negara Tri Arga, terletak di pusat Kota
Bukittinggi tepatnya di depan taman Jam Gadang. Pada zaman penjajahan
Jepang gedung ini dijadikan tempat kediaman Panglima Pertahanan Jepang
(Seiko Seikikan Kakka) dan pada zaman revolusi fisik tahun 1946 menjadi
Istana Wakil Presiden RI Pertama Drs. Mohammad Hatta. Sekarang gedung
ini digunakan sebagai tempat seminar, lokakarya dan pertemuan tingkat
nasional dan regional yang representatif serta sebagai rumah tamu negara
bila berkunjung ke Bukittinggi. Arsitektur bangunan ini berciri
kolonial, dengan kamar-kamar yang luas berjumlah 8 buah tetapi sekarang
ditambah 12 buah.
Lebih Jauh Tentang Jam Gadang
Angka-angka pada Jam Gadang banyak media mengatakan memiliki keunikan. Angka empat pada angka Romawi biasanya tertulis dengan IV, namun di Jam Gadang tertera dengan IIII.
Sepintas, mungkin tidak ada keanehan pada
bangunan jam setinggi 26 meter tersebut. Apalagi jika diperhatikan
bentuknya, karena Jam Gadang hanya berwujud bulat dengan diameter 80
sentimeter, di topang basement dasar seukuran 13 x 4 meter, ibarat
sebuah tugu atau monumen. Oleh karena ukuran jam yang lain dari
kebiasaan ini, maka sangat cocok dengan sebutan Jam Gadang yang berarti
jam besar.
Bahkan tidak ada hal yang aneh ketika melihat angka
Romawi di Jam Gadang. Tapi coba lebih teliti lagi pada angka Romawi
keempat. Terlihat ada sesuatu yang tampaknya menyimpang dari pakem.
Mestinya, menulis angka Romawi empat dengan simbol IV. Tapi di Jam
Gadang malah dibuat menjadi angka satu yang berjajar empat buah (IIII).
Penulisan yang diluar patron angka romawi tersebut hingga saat ini masih
diliputi misteri.
Tapi uniknya, keganjilan pada penulisan angka
tersebut malah membuat Jam Gadang menjadi lebih “menantang” dan
menggugah tanda tanya setiap orang yang (kebetulan) mengetahuinya dan
memperhatikannya. Bahkan uniknya lagi, kadang muncul pertanyaan apakah
ini sebuah patron lama dan kuno atau kesalahan serta atau atau yang
lainnya.
Dari beragam informasi ditengah masyarakat, angka empat
aneh tersebut ada yang mengartikan sebagai penunjuk jumlah korban yang
menjadi tumbal ketika pembangunan. Atau ada pula yang mengartikan, empat
orang tukang pekerja bangunan pembuatan Jam Gadang meninggal setelah
jam tersebut selesai.
Jika dikaji apabila terdapat kesalahan
membuat angka IV, tentu masih ada kemungkinan dari deretan daftar
misteri. Tapi setidaknya hal ini tampaknya perlu dikesampingkan.
Namun
yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang diyakini juga hanya ada dua
di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang di Big Ben,
Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh pembuatnya,
Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.
Jam Gadang
ini peletakan batu pertamanya dilakukan oleh seorang anak berusia enam
tahun, putra pertama Rook Maker yang menjabat controleur Belanda di
Bukittinggi ketika
Angka IIII bukanlah sebuah keanehan
Keberadaan angka IIII bukan hanya terdapat di Jam Gadang saja, berikut gambar jam yang memiliki angka IIII bukan IV.
Berdasarkan Wikipedia, sejarah penulisan
angka IIII tersebut berdasarkan kepada King Louis XIV (5 September 1638 -
1 September 1715) yang meminta kepada seorang untuk membuat sebuah jam
baginya. Pembuat jam memberi nomor pada setiap jam sesuai dengan aturan
angka Romawi. Setelah melihat jam yang diberikan kepadanya, Raja tidak
setuju dengan penulisan IV sebagai angka "4" dengan alasan
ketidakseimbangan visual.
Menurutnya, angka VIII ada di seberang
angka IV. Jika ditulis IV, maka ada ketidakseimbangan secara visual
dengan VIII yang lebih berat. Oleh karena itu, Louis XIV meminta agar
diubah IV menjadi IIII sehingga lebih seimbang dengan VIII yang ada di
seberangnya. Selain itu, jika dikaitkan dengan angka XII, maka
keseimbangan itu akan lebih baik.
Akan tetap yang menjadi
pertanyaannya mengapa Raja yang memerintahkan perubahan itu lebih
dikenal dengan Louis XIV daripada Louis XIIII, sesuai dengan
permintaannya kepada pembuat jam.
Dari sebuah situs lain...
yang berjudulkan "FAQ: Roman IIII vs. IV on Clock Dials" dapat dilihat
disana, Seorang yang bernama Milham mengatakan bahwa penjelasan seperti
di atas tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, penulisan IIII untuk angka
"4" telah ada jauh sebelum Louis XIV. Dari wikipedia bahwa penomoran
Romawi memang bervariasi dari awalnya. Pada masa awal angka "4" memang
ditulis IIII dengan empat huruf I.
Penulisan "4" menjadi IV
hanya terjadi di masa modern, yang menunjukkan bahwa "empat adalah
kurang satu dari lima". Manuskrip Forme of Cury (1390) menggunakan IX
untuk "9" namun IIII untuk "4". Sedangkan dokumen lain dari manuskrip
yang sama di tahun 1380 menggunakan IX dan IV untuk "9" dan "4",
berturut-turut.
Lebih lanjut, ada manuskrip ketiga yang
menggunakan IX untuk "9" dan campuran antara IIII dan IV untuk "4".
Angka "5" juga ditemukan disimbolkan dengan IIIII, IIX untuk "8" dan VV,
bukannya X, untuk "10".
Kesaksian lain dari situs tersebut,
Franks, menyatakan bahwa ia tidak pernah melihat jam matahari yang
dibuat sebelum abad ke-19 yang menggunakan angka IV, semuanya IIII.
Sehingga, para ahli jam heran dengan arsitek masa ini yang membuat jam
menara besar-besar menulis "4" dengan IV, bukan IIII. Salah satu yang
menggunakan IV, bukan IIII, adalah Big Ben. Jadi, implisit dikatakan
bahwa Big Ben telah melanggar konvensi per-jam-an!
Penjelasan
lain cukup menarik. Harvey, di situs yang sama, mengatakan bahwa IV
adalah singkatan dari dewa Romawi, Jupiter, yang ditulis IVPPITER. Jadi,
jika IV diletakkan di dalam jam bangsa Romawi, maka jam itu akan
bertuliskan 1, 2, 3, DEWA, 5...
Jika dilihat dari kacamata
bangsa Romawi, mungkin mereka tidak ingin nama tuhan mereka ditaruh di
jam seperti itu. Namun, kalau dilihat dari kacamata Louis XIV , maka
mungkin ia tidak ingin ada nama dewa pagan di permukaan jam. Mana yang
benar ? kita tidak tahu.
Masih di situs yang sama, menurut
Mialki, alasan penggunaan IIII bukan IV semata-mata masalah teknis. Jika
IV yang digunakan, maka pandai besi harus membuat huruf I sebanyak 16
batang, huruf X sebanyak 4 batang, dan V sebanyak 5 batang. Masalahnya,
pada masa itu, pandai besi hanya bisa ekonomis kalau membuat besi dalam
kelipatan empat. Jika ditulis IV untuk "4", maka akan ada satu 3 batang
huruf V yang terbuang. Sementara itu, jika "4" ditulis IIII, maka huruf
V hanya dibuat empat batang--dengan demikian ekonomis--dan huruf I
sebanyak 20 batang--juga ekonomis.
Sekali lagi, mana yang benar
dari penjelasan ini ? Belum ada yang pasti. Namun, satu yang kita tahu
sekarang adalah bahwa angka IIII di Jam Gadang bukanlah sesuatu yang
unik, aneh atau dianggap sebagai misteri yang dikait-kaitkan dengan
takhayul. Justru dengan angka IIII itulah menjadikan sebuah bukti bahwa
bangsa Eropa (Belanda) memang menjajah kita dulu dan tidak memberi kita
barang yang jelek, justru yang bagus yang masih dipergunakan dan
dibanggakan hingga sekarang.
cr : bukittinggiwisata.com
Sepintas, mungkin tidak ada keanehan pada bangunan jam setinggi 26 meter tersebut. Apalagi jika diperhatikan bentuknya, karena Jam Gadang hanya berwujud bulat dengan diameter 80 sentimeter, di topang basement dasar seukuran 13 x 4 meter, ibarat sebuah tugu atau monumen. Oleh karena ukuran jam yang lain dari kebiasaan ini, maka sangat cocok dengan sebutan Jam Gadang yang berarti jam besar.
Bahkan tidak ada hal yang aneh ketika melihat angka Romawi di Jam Gadang. Tapi coba lebih teliti lagi pada angka Romawi keempat. Terlihat ada sesuatu yang tampaknya menyimpang dari pakem. Mestinya, menulis angka Romawi empat dengan simbol IV. Tapi di Jam Gadang malah dibuat menjadi angka satu yang berjajar empat buah (IIII). Penulisan yang diluar patron angka romawi tersebut hingga saat ini masih diliputi misteri.
Tapi uniknya, keganjilan pada penulisan angka tersebut malah membuat Jam Gadang menjadi lebih “menantang” dan menggugah tanda tanya setiap orang yang (kebetulan) mengetahuinya dan memperhatikannya. Bahkan uniknya lagi, kadang muncul pertanyaan apakah ini sebuah patron lama dan kuno atau kesalahan serta atau atau yang lainnya.
Dari beragam informasi ditengah masyarakat, angka empat aneh tersebut ada yang mengartikan sebagai penunjuk jumlah korban yang menjadi tumbal ketika pembangunan. Atau ada pula yang mengartikan, empat orang tukang pekerja bangunan pembuatan Jam Gadang meninggal setelah jam tersebut selesai.
Jika dikaji apabila terdapat kesalahan membuat angka IV, tentu masih ada kemungkinan dari deretan daftar misteri. Tapi setidaknya hal ini tampaknya perlu dikesampingkan.
Namun yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang diyakini juga hanya ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang di Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.
Jam Gadang ini peletakan batu pertamanya dilakukan oleh seorang anak berusia enam tahun, putra pertama Rook Maker yang menjabat controleur Belanda di Bukittinggi ketika
Keberadaan angka IIII bukan hanya terdapat di Jam Gadang saja, berikut gambar jam yang memiliki angka IIII bukan IV.
Menurutnya, angka VIII ada di seberang angka IV. Jika ditulis IV, maka ada ketidakseimbangan secara visual dengan VIII yang lebih berat. Oleh karena itu, Louis XIV meminta agar diubah IV menjadi IIII sehingga lebih seimbang dengan VIII yang ada di seberangnya. Selain itu, jika dikaitkan dengan angka XII, maka keseimbangan itu akan lebih baik.
Akan tetap yang menjadi pertanyaannya mengapa Raja yang memerintahkan perubahan itu lebih dikenal dengan Louis XIV daripada Louis XIIII, sesuai dengan permintaannya kepada pembuat jam.
Dari sebuah situs lain... yang berjudulkan "FAQ: Roman IIII vs. IV on Clock Dials" dapat dilihat disana, Seorang yang bernama Milham mengatakan bahwa penjelasan seperti di atas tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, penulisan IIII untuk angka "4" telah ada jauh sebelum Louis XIV. Dari wikipedia bahwa penomoran Romawi memang bervariasi dari awalnya. Pada masa awal angka "4" memang ditulis IIII dengan empat huruf I.
Penulisan "4" menjadi IV hanya terjadi di masa modern, yang menunjukkan bahwa "empat adalah kurang satu dari lima". Manuskrip Forme of Cury (1390) menggunakan IX untuk "9" namun IIII untuk "4". Sedangkan dokumen lain dari manuskrip yang sama di tahun 1380 menggunakan IX dan IV untuk "9" dan "4", berturut-turut.
Lebih lanjut, ada manuskrip ketiga yang menggunakan IX untuk "9" dan campuran antara IIII dan IV untuk "4". Angka "5" juga ditemukan disimbolkan dengan IIIII, IIX untuk "8" dan VV, bukannya X, untuk "10".
Kesaksian lain dari situs tersebut, Franks, menyatakan bahwa ia tidak pernah melihat jam matahari yang dibuat sebelum abad ke-19 yang menggunakan angka IV, semuanya IIII. Sehingga, para ahli jam heran dengan arsitek masa ini yang membuat jam menara besar-besar menulis "4" dengan IV, bukan IIII. Salah satu yang menggunakan IV, bukan IIII, adalah Big Ben. Jadi, implisit dikatakan bahwa Big Ben telah melanggar konvensi per-jam-an!
Penjelasan lain cukup menarik. Harvey, di situs yang sama, mengatakan bahwa IV adalah singkatan dari dewa Romawi, Jupiter, yang ditulis IVPPITER. Jadi, jika IV diletakkan di dalam jam bangsa Romawi, maka jam itu akan bertuliskan 1, 2, 3, DEWA, 5...
Jika dilihat dari kacamata bangsa Romawi, mungkin mereka tidak ingin nama tuhan mereka ditaruh di jam seperti itu. Namun, kalau dilihat dari kacamata Louis XIV , maka mungkin ia tidak ingin ada nama dewa pagan di permukaan jam. Mana yang benar ? kita tidak tahu.
Masih di situs yang sama, menurut Mialki, alasan penggunaan IIII bukan IV semata-mata masalah teknis. Jika IV yang digunakan, maka pandai besi harus membuat huruf I sebanyak 16 batang, huruf X sebanyak 4 batang, dan V sebanyak 5 batang. Masalahnya, pada masa itu, pandai besi hanya bisa ekonomis kalau membuat besi dalam kelipatan empat. Jika ditulis IV untuk "4", maka akan ada satu 3 batang huruf V yang terbuang. Sementara itu, jika "4" ditulis IIII, maka huruf V hanya dibuat empat batang--dengan demikian ekonomis--dan huruf I sebanyak 20 batang--juga ekonomis.
Sekali lagi, mana yang benar dari penjelasan ini ? Belum ada yang pasti. Namun, satu yang kita tahu sekarang adalah bahwa angka IIII di Jam Gadang bukanlah sesuatu yang unik, aneh atau dianggap sebagai misteri yang dikait-kaitkan dengan takhayul. Justru dengan angka IIII itulah menjadikan sebuah bukti bahwa bangsa Eropa (Belanda) memang menjajah kita dulu dan tidak memberi kita barang yang jelek, justru yang bagus yang masih dipergunakan dan dibanggakan hingga sekarang.
cr : bukittinggiwisata.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar